Saya setiap kali mengingatkan AL untuk selalu menghormati orang tua. Saya selalu mengingatkannya agar dapat mikul dhuwur mendhem jero terhadap orang tua.
Dengan jawaban itu saya bermaksud dan bertujuan seperti kudangan ayah saya kepada saya. Orang tua saya, sekalipun Sopir Bus, orang kecil, orang yang tidak mendapat Pendidikan tinggi, mempunyai kudangan terhadap anaknya, mempunyai cita-cita mengenai anaknya, yakni agar saya ini menjadi anak yang bisa mikul dhuwur mendhem jero pada orang tua. Saya pun mempunyai keyakinan, bahwa pegangan hidup seperti itu adalah benar, dan tepat sekali.
Kita harus menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua.
Segala kekurangan orang tua itu tidak perlu ditonjol-tonjolkan, apa lagi ditiru! Kekurangan itu harus kita kunur sedalam-dalamnya, supaya tidak kelihatan.
Dalam pada itu, nama baik orang tua harus kita junjung setinggi-tingginya sehingga terpandang keharumannya.
Beliau (Ayah Saya) mempunyai satu pendirian, saya mempunyai pendirian lain. Tetapi saya tidak menantang begitu saja. Namun juga tidak patuh begitu saja. Saya sebagai anak sebenarnya harus taat. Apa yang diperintahkannya seharusnya saya patuhi. Tetapi saya tidak mungkin patuh begitu saja. Saya dengarkan pendirian beliau. Ayah saya terus pada pendiriannya. Sementara saya mengajukan pendirian saya dengan cara hormat dan tetap menghargai pucuk pimpinan keluarga yang lebih tua daripada saya.
Akhirnya beliau yakin bahwa saya tidak mudah untuk diperintah begitu saja, bahwa saya mempunyai pendirian.
Dalam pada itu, terhadap beliau saya tetap bersikap sebagai anak kepada bapak. Tetap tenang dan sabar bila menghadapi beliau sedang marah.
Saya selalu ingat falsafah “Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti”.
